Bioethanol Sebagai Solusi Krisis Energi dan Kelestarian Lingkungan
13 January 2010
Penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel ) setidaknya akan menghadirkan dua ancaman serius yaitu :
A. Ancaman yang bersifat ekonomis yaitu berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil , Filosofi yang sangan mudah adalah ketika suatu bahan alam yang setiapa saat diexplorasi tanpa pernah ada proses pemulihan atau pembentukan kembali maka suatu ketika pasti akan mencapai titik klimaks, dan saat itulah yang dimakan krisis energi, akibatnya fruktuasi harga pasti akan timbul belum lagi permasalahan sistem lainnya.
B. Ancaman lingkungan yaitu Polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil . Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan bagi manusia, hewan bahkan lingkungan flora. Polusi berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Bahkan ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential).
Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan.
A. Ancaman yang bersifat ekonomis yaitu berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil , Filosofi yang sangan mudah adalah ketika suatu bahan alam yang setiapa saat diexplorasi tanpa pernah ada proses pemulihan atau pembentukan kembali maka suatu ketika pasti akan mencapai titik klimaks, dan saat itulah yang dimakan krisis energi, akibatnya fruktuasi harga pasti akan timbul belum lagi permasalahan sistem lainnya.
B. Ancaman lingkungan yaitu Polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil . Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan bagi manusia, hewan bahkan lingkungan flora. Polusi berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Bahkan ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential).
Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan.
Alkohol ( -OH ) untuk bahan bakar
Penggunaan
alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di USA
dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara
tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara
yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol
untuk keperluan kendaraan bermotor .
DiIndonesia,
saat ini bioethanol sedang dalam “masa menarik” bagi perusahaan swasta
maupun BUMN. Artinya Indonesia telah memiliki keseriusan yang sedemikian
besar dengan industri bioethanol, meskipun sedikit terlambat
dibandingkan negara-negara lain,Tapi dapat dikatakan sebuah peningkatan
dalam industri. Indonesia saat ini setidaknya membutuhkan 180
Kiloliter Ethanol perhari, jika ingin disesuaikan dengan target
pemerintah yaitu melakukan subsitusi ethanol dan premiun sebesar
10 persen. Saat ini Ethanol skala industri telah diproduksi seperti di
PT.Medco Energi ( PT.Medco Ethanol Lampung ) bebahan baku cassava atau
singkong, PT.Mulindo raya industrial,PT.Indolampung dan PT.Acidatama Ethanol yang bebahan baku molasses.
Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk
bahan bakar gasolin (bensin) maupun hidrogen. Interaksi ethanol dengan
hidrogen bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi fuel cell ataupun dalam mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) konvensional. Ethanol
memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang inheren
di dalam molekul ethanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran
antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan
rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 - 19
vol dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 -
7.6 vol pembakaran campuran udara-bahan bakar ethanol menjadi lebih
baik -ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO
dibandingkan dengan pembakaran udara-gasolin. Ethanol juga memiliki
panas penguapan (heat of vaporization) yang tinggi, yakni 842
kJ/kg (Al-Baghdadi, 2003). Tingginya panas penguapan ini menyebabkan
energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol lebih besar
dibandingkan gasolin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah
temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran
ethanol dibandingkan dengan gasolin.
Ethanol
murni akan bereaksi dengan karet dan plastik (Wikipedia). Oleh karena
itu, ethanol murni hanya bisa digunakan pada mesin yang telah
dimodifikasi. Dianjurkan untuk menggunakan karet fluorokarbon sebagai
pengganti komponen karet pada mesin konvensional. Selain itu, molekul
ethanol yang bersifat polar akan sulit bercampur secara sempurna dengan
gasolin yang relatif non-polar, terutama dalam kondisi cair. Oleh karena
itu modifikasi perlu dilakukan pada mesin yang menggunakan campuran
bahan bakar ethanol-gasolin agar kedua jenis bahan bakar tersebut bisa
tercampur secara merata di dalam ruang bakar. Salah satu inovasi pada
permasalahan ini adalah pembuatan karburator tambahan khusus untuk
ethanol (Yuksel dkk, 2004). Pada saat langkah hisap, uap ethanol dan
gasolin akan tercampur selama perjalanan dari karburator hingga ruang
bakar Ememberikan tingkat pencampuran yang lebih baik.
Kebijakan Pemerintah dan minat
inversor merupakan dua faktor besar yang menentukan berhasil atau
tidaknya Indonesia menjadi salah satu negara penghasil bioethanol
didunia. Sesungguhnya potensi indonesia sangat besar dan memungkinkan
tercapainya hal itu, dengan tumbuhan penghasil pati dan glukose tersebar
hampir diseluruh penjuru negeri. Indonesia BISA!!
Sumber :
http://teknologi.kompasiana.com/internet/2010/01/13/bioethanol-sebagai-solusi-krisis-energi-dan-kelestarian-lingkungan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar