bioethanol

Minggu, 18 September 2011

Bioethanol Sebagai Solusi Krisis Energi dan Kelestarian Lingkungan

13 January 2010
Penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel ) setidaknya akan menghadirkan dua ancaman serius yaitu :
A.  Ancaman yang bersifat ekonomis yaitu berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil , Filosofi yang sangan mudah adalah ketika suatu bahan alam yang setiapa saat diexplorasi tanpa pernah ada proses pemulihan atau pembentukan kembali maka suatu ketika pasti akan mencapai titik klimaks, dan saat itulah yang dimakan krisis energi, akibatnya fruktuasi harga pasti akan timbul belum lagi permasalahan sistem lainnya.
B. Ancaman lingkungan yaitu Polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil . Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak  kesehatan bagi manusia, hewan bahkan lingkungan flora. Polusi berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Bahkan  ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential).
Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan.
Alkohol ( -OH ) untuk bahan bakar
Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di USA dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol untuk keperluan kendaraan bermotor .
DiIndonesia, saat ini bioethanol sedang dalam “masa menarik” bagi perusahaan swasta maupun BUMN. Artinya Indonesia telah memiliki keseriusan yang sedemikian besar dengan industri bioethanol, meskipun sedikit terlambat dibandingkan negara-negara lain,Tapi dapat dikatakan sebuah peningkatan dalam industri. Indonesia saat ini setidaknya membutuhkan 180 Kiloliter Ethanol perhari, jika ingin disesuaikan dengan target pemerintah yaitu melakukan subsitusi ethanol dan premiun sebesar 10 persen. Saat ini Ethanol skala industri telah diproduksi seperti di PT.Medco Energi ( PT.Medco Ethanol Lampung ) bebahan baku cassava atau singkong, PT.Mulindo raya industrial,PT.Indolampung dan PT.Acidatama Ethanol yang bebahan baku molasses.
Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar gasolin (bensin) maupun hidrogen. Interaksi ethanol dengan hidrogen bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi fuel cell ataupun dalam mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) konvensional. Ethanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang inheren di dalam molekul ethanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 - 19 vol dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 - 7.6 vol pembakaran campuran udara-bahan bakar ethanol menjadi lebih baik -ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara-gasolin. Ethanol juga memiliki panas penguapan (heat of vaporization) yang tinggi, yakni 842 kJ/kg (Al-Baghdadi, 2003). Tingginya panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol lebih besar dibandingkan gasolin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran ethanol dibandingkan dengan gasolin.
Ethanol murni akan bereaksi dengan karet dan plastik (Wikipedia). Oleh karena itu, ethanol murni hanya bisa digunakan pada mesin yang telah dimodifikasi. Dianjurkan untuk menggunakan karet fluorokarbon sebagai pengganti komponen karet pada mesin konvensional. Selain itu, molekul ethanol yang bersifat polar akan sulit bercampur secara sempurna dengan gasolin yang relatif non-polar, terutama dalam kondisi cair. Oleh karena itu modifikasi perlu dilakukan pada mesin yang menggunakan campuran bahan bakar ethanol-gasolin agar kedua jenis bahan bakar tersebut bisa tercampur secara merata di dalam ruang bakar. Salah satu inovasi pada permasalahan ini adalah pembuatan karburator tambahan khusus untuk ethanol (Yuksel dkk, 2004). Pada saat langkah hisap, uap ethanol dan gasolin akan tercampur selama perjalanan dari karburator hingga ruang bakar Ememberikan tingkat pencampuran yang lebih baik.
Kebijakan Pemerintah dan minat inversor merupakan dua faktor besar yang menentukan berhasil atau tidaknya Indonesia menjadi salah satu negara penghasil bioethanol didunia. Sesungguhnya potensi indonesia sangat besar dan memungkinkan tercapainya hal itu, dengan tumbuhan penghasil pati dan glukose tersebar hampir diseluruh penjuru negeri. Indonesia BISA!!
Sumber :
http://teknologi.kompasiana.com/internet/2010/01/13/bioethanol-sebagai-solusi-krisis-energi-dan-kelestarian-lingkungan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar